APA YANG ANDA LAKUKAN LEBIH KUAT PENGARUHNYA KETIMBANG APA YANG ANDA KATAKAN

Ini bukan mengenai apa yang Anda katakana, namun mengenai apa yang Anda lakukan! Tindakan MEMILIKI gema yang lebih nyaring ketimbang kata-kata.

Ketika berhadapan dengan inkonsistensi-inkonsistensi antara kata-kata dengan tindakan, orang cenderung lebih mempercayai tindakan Perilaku yang lebih dipercaya!

Implikasinya buat seorang manajer ialah: Anda adalah sebuah teladan. Para karyawan akan meniru perilaku dan sikap-sikap Anda. Mereka mengamati apa yang dilakukan oleh bosnya dan kemudian meniru atau beradaptasi dengannya. Namun, ini tidak berarti bahwa kata-kata itu tidak ada gunanya. Kata-kata memang bias mempengaruhi orang lain. Namun ketika kata-kata dan tindakan-tindakan tidak selaras, orang akan lebih memfokuskan pada apa yang mereka lihat pada perilaku.

Sebagai ilustrasi, perhatikan bagaimana sikap Anda terhadap para karyawan dan perilaku etis Anda. Banyak manajer yang akan menekankan pada pentingnya kualitas karyawan. “Para karyawanlah yang membedakan perusahaan ini dari yang lain” atau “Para karyawan merupakan asset yang paling berharga.” Lalu mereka menerapkan praktek-praktek yang bertentangan dengan kata-kata itu. Sebagai missal, mereka tidak mau mendengarkan keluhan-keluhan para karyawan, mereka tidak peka dengan problem-problem pribadi karyawan atau mereka membiarkan karyawan-karyawan yang bagus keluar dari perusahaan tanpa berusaha apa pun untuk mempertahankan keberadaannya. Ketika karyawan mengamati kontradiksi-kontradiksi semacam itu, mereka akan cenderung mengikuti tindakan-tindakan sang manajer ketimbang mendengarkan apa yang dikatakan oleh manajer itu. Sama halnya, para manajer yang ingin menciptakan sebuah iklim etika kerja yang kuat ditempat kerja mereka harus bias menjamin bahwa perilaku mereka cocok dengan kata-kata mereka. Membicarakan standar-standar integritas yang tinggi akan percuma saja jika yang berbicara itu adalah para manajer yang memalsu rekening pengeluarannya, memakai perlengkapan kantor untuk kepentingan pribadi atau terus-menerus terlambat dating ke tempat kerja atau pulang lebih dini.

Kontradiksi-kontradiksi antara kata-kata dan tindakan-tindakan bias menjadi sangat merusak bagi upaya seorang manajer untuk membangun kepercayaan para karyawannya. Seoarang manajer ialah seorang yang dipercaya sebagai orang yang bias diandalkan untuk tidak mengambil keputusan dari situasi atau dari orang lain. Namun, jika sang manajer melakukan lain dari apa yang dikatakannya, maka sulit buat karyawan untuk mempercayai seorang manajer.

Namun, ada sebuah pengecualian. Sejumlah besar pemimpin kini telah mengembangkan ketrampilan membentuk kata-kata dan menggunakan “untaian kata” yang tepat dalam banyak situasi sehingga orang-orang lain akan refocus kepada kata-kata sang pemimpin ketimbang pada perilakunya. Para politisi yang sukses secara khusus mengadopsi ketrampilan ini. Lalu mengapa orang bias mempercayai untaian kata itu ketika berhadapan dengan bukti nyata perilaku yang berbeda dengan perkataan tersebut, memang belum jelas betul. Namun yang jelas hal ini menegaskan kemampuan kata-kata untuk membentuk opini orang. Apakah kita begitu percaya bahwa pemimpin-pemimpin kita tidak akan berbohong kepada kita? Apakah kita percaya atas apa pun yang dikatakan para politisi kita, terutama ketika kita sangat memujanya? Apakah kita akan mengormati orang-orang yang telah kita pilih, tak peduli apa pun perilaku negatifnya? Paling tidak untuk saat ini, untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita masih memiliki jawaban-jawabannya.

Sumber: Ronald O’reilly, 2003. 63 Ways How to Boots Your Employes.Global Business review-USA

Waktu Untuk Papa Ku


Waktu Untuk Papaku
oleh: Wj.Kastra

Bukan aku tak menghargai waktu
Bukan pula buang-buang waktu
Tapi, aku tak mau kehilangan
Waktu-waktu untuk menciptakan sebuah kenangan indah

Ia tela berusaha menghabiskan waktu
Ia tela relah mengurangi waktu
Ialah Papa ku
Ia motivator ku

Sungguh teganya aku
Bila aku abaikan
Sungguh durhakanya aku
Bila ku sia-siakan

Walaupun dia tidak mengeluh
Walaupun di tiada malu
Dan dia tidak segagah dulu
Tapi, dia juga manusia pastikan rapuh

Aku tahu hanya Satu
Tujuannya melihat adik dan aku
Bahagia dan bersatu
Serta berbakti kepada ibu

Ya Allah, Ya Tuhan ku..
Jangan biarkan airmatanya jatuh
Melihat kami yang kurang patuh
Berikanlah kami lagi waktu

Aku ingin memperbaiki kesalahan lalu
Aku ingin ia menikmati waktu
Bersama bahagianya, setelah
Lama ia korbankan waktu.

MENGOPTIMALKAN DAYA UBAH

MENGOPTIMALKAN DAYA UBAH

Mengubah perilaku ternyata tidak cukup hanya dengan contoh, akan tetapi kita juga harus mau mendidik, melatih, dan membina secara sistematis, berkesinambungan, dan terus menerus. Seorang pemimpin haruslah punya kesabaran dalam mendidik, membimbing, melatih, dan membina yang dipimpinnya dengan penuh kasih sayang. Bahkan dia harus memiliki kesabaran pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Sungguh, proses itu adalah bagian dari perubahan, pepatah mengatakan ‘ala bisa karena biasa’. Karenanya, daripada membeli barang-barang di rumah yang mahal-mahal dan tidak terlalu diperlukan, lebih baik uangnya digunakan untuk mendidik anak, melatih anak ita supaya mampu hidup lebih baik.

Sebuah illustrasi, suatu waktu ada sebuah keluarga sederhana yang sungguh sangat mengesankan. Di rumahnya tidak banyak barang berharga, tidak ada barang mewah, tapi semua anak-anaknya ternyata bisa menyelesaikan kuliah S-1, S-2, bahkan S-3 dengan baik. Akhlaknya juga bagus. Ketika ditanya, “Saya lihat penghasilan Bapak lebih dari cukup, tapi kenapa keluarga Bapak nampak begitu sederhana?”. Si Bapak ini menjawab terus terang, “Penghasilan yang saya dapat selama ini saya kumpulkan supaya anak-anak saya bisa belajar terus menerus, bisa berlatih terus menerus dan bisa terdidik terus menerus. Prioritas keluarga kami bukan membeli barang-barang yang bagus. Yang terpenting adalah bagaimana agar anak-anak kami punya kesempatan untuk terus melatih diri.”

Subhanallaah, demikian indahnya kebersamaan sebuah keluarga yang memiliki komitmen yang luar biasa akan penambahan ilmu pengetahuan.

Sembari mendidik dan melatih, maka semestinya kita buat pula aturan atau sistem. Buatlah aturan di rumah kita, di kantor kita, di organisasi kita, atau dimana pun agar orang lain bisa terbantu untuk berubah sesuai yang diinginkan. Suatu sistem akan segera hancur berantakan jika tidak memiliki aturan main. Jalan raya yang tanpa aturan, akan kacau balau, macet dimana-mana. Setiap orang berebutan, saling mendahului, dan berhenti dimana saja. Tanpa aturan, semua berantakan. Karenanya semua harus ada aturannya.

Begitu pun rumah tangga yang tidak memiliki aturan main yang benar, yakin sekali rumah tangga yang semacam ini akan segera hancur. Anak tidak dididik agama secara serius, ibadah dibiarkan semaunya, dan tidak diberi contoh yang benar oleh orang tuanya. Saat-saat bersama di rumah tidak ada aturannya. Tidak punya aturan yang real bagaimana mendidik anak menjadi lebih baik. Karenanya rumah tangga yang tidak punya komitmen untuk sebuah aturan bahkan lagi tidak tahu aturan, akan cenderung saling menyakiti, saling melukai, dan saling menghancurkan.

Tegakkanlah aturan yang adil, yang dibuat atas kesepakatan bersama. Lingkungan kerja kita harus merupakan sistem yang kondusif yang dapat membantu orang berubah menjadi lebih baik. Haruslah terjadwal jam berapa baca Al Qur’an, jam berapa bersama memecahkan masalah, jam berapa bertukar pikiran, jam berapa harus bersilaturahmi, jam berapa harus bercengkerama, dan lain sebagainya. Kita harus membuat aturan yang jelas. Yakinlah bahwa rumah tangga yang tidak punya aturan, tidak punya sistem yang bagus, lambat laun akan berantakan dan menderita.

Semua perubahan ini akan berarti lagi jika didukung oleh kekuatan ruhiyah, yaitu do’a. Dan ternyata orang bisa berubah dengan kekuatan do’a. Ingatlah bahwa do’a adalah pengubah takdir. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan dengan kekuatan fisik, tapi yakinlah bahwa Allah SWT Maha Menguasai, Maha Pembolak-balik hati setiap makhluk-Nya.

Karenanya, luar biasa sekali kekuatan do’a ini. Betapa tidak? Rumah tangga yang tidak tegak ibadahnya, rumah tangga yang jauh dari agama, rumah tangga yang tidak menambah ilmu dengan baik, akan segera dipusingkan oleh bergelombanngya masalah yang datang.

Sama saja dengan perusahaan yang karyawannya jarang shalat, aturan tidak ditaati, pimpinan tidak memberi contoh yang baik, bersiap-siaplah untuk segera bangkrut. Kondisi negara kita saat ini pun demikian, kehilangan contoh suri tauladan, pendidikan SDM-nya tidak jelas mau dibawa kemana, sistemnya juga berantakan, dan sebagian lagi, ibadahnya juga semrawut. Jangan heran jika yang kita dapati adalah derita demi derita, kehinaan demi kehinaan, naudzubillaah.

Karena itu, kekuatan ibadah, kekuatan do’a, kekuatan munajat harus menjadi tulang punggung, menjadi senjata untuk mengubah anak-anak juga teman-teman kita menuju arah kebaikan. Tegakkanlah di rumah tangga kita aturan dengan baik, panjatkan pula do’a secara terus menerus, melimpah dari lisan kita. Bantu agar orang lain menjadi lebih baik. Buat aturan yang benar, kondusif, dan pastikan diri kita jadi contoh. Mudah-mudahan hidup yang cuma sekali-kalinya ini bisa bermamfaat dengan mengubah orang lain menuju kebaikan.

Rasulullah SAW itu meskipun sedikit bicaranya, tapi jadi monumental sampai sekarang dalam bentuk hadits. Hal ini terjadi karena pribadinya sungguh luar biasa. Bermilyar kata terungkap dari pribadinya. Ketulusan beliau dalam mengajak orang lain berbuat lebih baik, membuat pribadi dan kata-katanya tersimpan di hati orang lain. Ingat baik-baik, hati hanya bisa disentuh oleh hati lagi. Emosional dalam memberi contoh, emosional dalam mendidik, emosional dalam membuat aturan, emosional dalam bersikap, tidak akan masuk ke hati orang lain, bahkan justru akan membuat hati mereka terluka.

Seharusnya diri pribadi kita ini terus menerus melimpah pancaran bagai mata air, menggelegak kasih sayang kita kepada orang lain. Setiap melihat orang yang berlumur dosa, ada keinginan di hati kita agar orang tersebut bisa bertaubat. Melihat orang yang tersesat di jalan Allah, ada keinginan hati ini agar orang tersebut dapat tuntunan supaya selamat dunia dan akhiratnya. Melihat orang yang nakal, ingin hati ini agar dia menjadi shaleh. Jangan pernah hidup dalam kebencian dan kedendaman. Kebencian dan kedendaman dalam mebuat contoh, aturan, nasihat, dan pelatihan yang dilakukan, tidak akan berarti apapun.

Sistem pelatihan yang penuh kemarahan semacam Ospek, tidak akan berhasil dengan baik kalau para mentornya, para panitianya melakukan segala bentuk kegiatannya dengan penuh kemarahan, angkara murka, tidak jadi suri tauladan yang baik. Apa yang diharapkan oleh mahasiswa baru dari para kakak kelasnya kalau mereka berperilaku semacam itu? Tidak ada perubahan kecuali dengan hati yang tulus, suri tauladan yang nyata.

Mudah-mudahan kita semua dapat mengevaluasi diri masing-masing. Hidup cuma sekali, kenangan terindah bagi anak-anak kita adalah kepribadian ayah ibunya yang benar-benar mulia. Kenangan terindah bagi masyarakat di sekitar kita adalah kearifan diri kita. Jangan sampai orang sibuk membicarakan contoh keburukan pribadi kita, naudzubillaah.

(Sumber : Tabloid MQ EDISI 02/TH.II/JUNI 2001)

Maturity Characteristics

Ciri Kedewasaan

Alhamdulillaahirabbil \’aalamiin, Allahuma shalli \’ala Muhammad wa\’ala aalihi washahbihii ajmai\’iin,

Semoga Allah yang Mengenggam langit dan bumi, membuka pintu hati kita semua agar dapat memahami hikmah dibalik kejadian apapun yang menimpa dan semoga Allah membimbing kita untuk bisa menyikapi kejadian apapun dengan sikap terbaik kita.

Ciri khas umat Dewasa diawali dengan Diam Aktif yaitu kemampuan untuk menahan diri dalam berkomentar. Orang yang memiliki kedewasaan dapat dilihat dari sikap dan kemampuannya dalam mengendalikan lisannya, seorang anak kecil, saudaraku apa yang dia lihat biasanya selalu dikomentari.

Orang tua yang kurang dewasa mulutnya sangat sering berbunyi, semua hal dikomentari.,ketika dia melihat sesuatu langsung dipastikan akan dikomentari,ketika menonton televise misalnya ; komentar dia akan mengalahkan suara dari televisi yang dia tonton . Penonton tv yang dewasa itu senantiasa bertafakur, acara yang dia tonton senantiasa direnungkan (tentunya acara yang bermanfaat) dan memohon dibukakan pintu hikmah kepada Allah, Subhanalloh.

Ketika menyaksikan demonstrasi dia bertafakur.. \”beginilah kalau Negara belum matang, setiap waktu demo,kata-kata yang dikeluarkan jauh dari kearifan\”\”ternyata sangat mudah menghina, mencaci, dan memaki itu\” Seseorang yang pribadinya matang dan dewasa bisa dilihat dari komentar-komentarnya,makin terkendali Insya Allah akan semakin matang.

Ciri kedewasaan selanjutnya dapat dilihat dari Empati. Anak-anak biasanya belum dapat meraba perasaan orang lain, orang yang bertambah umurnya tetapi tidak dapat meraba perasaan orang lain berarti belum dapat disebut dewasa. Kedewasan seseorang dapat dilihat dari keberanian melihat dan meraba perasaan orang lain. Seorang ibu yang dewasa dan bijaksana dapat dilihat dari sikap terhadap pembantunya yaitu tidak semena-mena menyuruh, walaupun sudah merasa menggajinya tetapi bukan berarti berkuasa,bukankah di kantor ketika lembur pasti ingin dibayar overtime ? tetapi pembantu lembur tidak ada overtime ? semakin orang hanya mementingkan perasaannya saja maka akan semakin tidak bijaksana. Semakin orang bisa meraba penderitaan orang lain Insya Allah akan semakin bijak. Percayalah tidak akan bijaksana orang yang hidupnya hanya memikirkan perasaannya sendiri.

Orang yang dewasa, cirinya hati-hati (Wara’),dalam bertindak. Orang yang dewasa benar-benar berhitung tidak hanya dari benda, tapi dari waktu ; tiap detik,tiap tutur kata , dia tidak mau jika harus menanggung karena salah dalam mengambil sikap. Anak-anak atau remaja biasanya sangat tidak hati-hati dalam bercakap dan mengambil keputusan.Orang yang bersikap atau memiliki kepribadian dewasa (wara’) dapat dilihat dalam kehati-hatian memilih kata, mengambil keputusan,mengambil sikap, karena orang yang tidak dewasa cenderung untuk bersikap ceroboh.

Orang yang dewasa terlihat dalam kesabarannya (sabar), kita ambil contoh ; didalam rumah seorang ibu mempunyai 3 orang anak, yang satu menangis, kemudian yang lainnya pun ikut menangis sehingga lama-kelamaan menjadi empat orang yang menangis , mengapa ? karena ternyata ibunya menangis pula. Ciri orang yang dewasa adalah sabar, dalam situasi sesulit apapun lebih tenang, mantap dan stabil.

Sahabat-sahabat, seseorang yang dewasa benar-benar mempunyai sikap yang amanah, memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab.

Untuk melihat kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kemampuannya bertanggungjawab, sebagai contoh ; seorang ayah dapat dinilai bertanggung jawab atau tidak yaitu dalam cara mencari nafkah yang halal dan mendidik anak istrinya ? Bukan masalah kehidupan dunia ,yang menjadi masalah mampu tidak mempertanggungjawabkan anak-anak ketika pulang ke akherat nanti ? Ke surga atau neraka? Oleh karena itu orang tua harus bekerja keras untuk menjadi jalan kesuksesan anak-anaknya di dunia dan akherat.

Pernah ada seorang teman menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri, ketika ditanya tentang sholatnya ? ternyata tidak berjalan dengan baik karena orang-orangnya tidak adayang sholat sehingga melakukannya pun kadang-kadang, apalagi untuk shalat Jumat jarang dilaksanakan, dengan alasan masjidnya jauh.

Lalu kenapa disekolahkan di Luar Negeri ? alasannya adalah sebentar lagi globalisasi., ketika perdagangan bebas anak harus disiapkan. Tetapi bagaimana jika sebelum perdagangan bebas anaknya meninggal dunia ? sudah disiapkan belum pulang ke akherat? orang yang dewasa akan berpikir keras bagaimana anak-anaknya bisa selamat? Jangan sampai di dunia berprestasi tapi di akherat celaka.

Saudaraku tidak cukup merasa bangga dengan menjadi tua, mempunyai kedudukan,jabatan,karena semua itu sebenarnya hanyalah topeng, bukan tanda prestasi. Prestasi itu adalah ketika kita semakin matang, dan semakin dewasa .

Kesuksesan kita adalah bagaimana kita bisa memompa diri kita dan menyukseskan orang-orang disekitar kita, kalau ingin tahu kesuksesan kita coba lihat perkembangan keluarga kita, istri dan anak-anak kita maju tidak? lihat sanak saudara kita pada maju tidak? Jangan sampai kitasendirian yang maju, tapi sanak saudara kita hidup dalam kesulitan, ekonominya seret, pendidikan seret.,sedang kita tidak ada kepedulian. Berarti itu sebuah kegagalan.,kedewasaan seseorang itu dilihat dari bagaimana kemampuan memegang amanah ? Wallahu’alam

Sumber: http://www.manajemenqolbu.com